Selasa, 02 November 2021

Korupsi dan Politik

Korupsi dan Politik.

TII Temukan Relasi Korupsi Pebisnis dan Politik Masih Marak

Mengapa korupsi tidak pernah hilang? Tanya teman. Menurut saya, korupsi itu adalah budaya tertua bangsa, sama dengan pelacuran. Mudah dibicarakan tetapi sulit mengatasinya. Karena dia ada dalam diri setiap orang. Artinya setiap orang berpontesi jadi korup. Maklum dalam diri manusia itu ada otak hewani. Ada otak reptil dan mamalia. Itu sudah takdir manusia. Disitulah pentingnya keseimbangan dan batas yang jelas antara hewan dan manusia. Kalau batas itu jebol, maka manusia lebih buruk dari hewan.

"Ini Boeing 777, harga sewa di pasar rata-rata $750.000/bulan Garuda mulai dari hari pertama Bayar dua kali lipat? $1.400.000 per bulan. Uangnya kemana sich waktu di teken? pengen tau aja?" tulis Peter seperti dikutip dari Instagram pribadinya @petergontha.
"Ini pesawat CRJ Garuda yang salah beli, ada 17 buah. Siapa sich yang suruh beli? Siapa sich brokernya? Sekarang ngangur dan dibalikin. Ruginya jutaan?" tulis Peter lagi.

Mengapa sampai begitu sulit menjadikan kasus kerugian garuda sebagai skandal korupsi?

"Terus Kemenkum HAM dan Kejaksaan apa diam saja? Sampai sekarang saya tidak jelas mengapa? Saya langsung sudah menghadap Dirjen kumham dan bahkan ketua KPK, tapi perintah dari pemerintah dan Direksi Garuda KOMISARIS JANGAN TURUT CAMPUR! Tanya Prof Romli saja. Silahkan kalau ada yang mau konfirmasi ke pihak Garuda Kumham atau Ketua KPK," tulis Peter.

Benarkah kesaksian dari Peter Gontha itu ? apakah itu hanya rumor saja.? Menurut Peter, empat perusahaan asing yang ikut dalam penyewaan pesawat telah mengaku berkongkalikong dengan Garuda Indonesia dan telah membayar denda USD 2,5 miliar ke negara masing-masing. Artinya negara masing sudah membongkar skandal itu dan para vendor itu sudah di hukum dengan denda senilai Rp. 45 triliun karena praktek unfair business.

Kita hanya memenjarakan selevel direksi saja. Padahal tidak mungkin kerugian sangat besar itu, tanpa keterlibatan politik dan kekuasaan. Dan itu semua biangnya karena di negeri ini, uang melahirkan kekuasaan dan  kekuasaan menentukan kebenaran. Yang benar itu, Garuda dipailitkan dan tidak perlu usut skandalnya. Tidak ada perubahan, selalu politik jadi panglima.

*
Anda tahu kan , kasus BLBI, penyelesaian kewajiban dilakukan secara politi lewat TAP MPR dengan skema Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) sebagai bentuk  personal guarantee (PG). Itu dilakukan dengan instrumen Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) dan Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA). Rp. 400 triliun kelaut.  Masih ada sisa tagihan ke obligor Rp. 100 Triliun , sampai kini engga jelas, tapi gaungnya terus ada sebagai citra politik doang.

Anda tahunkan kasus TPPI. Kasus TPPI Ini termasuk mega skandal yang tak pernah tuntas diselesaikan sejak era Gus Dur, Megawati , SBY. Ya sebabnya karena tidak ada perintah pengadilan siapa yang jadi tersangka. Padahal ada nama JK, Hashim adik Prabowo disebut sebut. Tahun 2015 Era Jokowi kasus ini dibuka lagi. Dan oleh Jokowi diselesaikan secara politik walau katanya lewat UU TPPU sebagai solusi bailout kerugian negara sebesar Rp. 22 triliun.

Menurut BPK, nilai kerugian negara akibat kasus korupsi di Jiwasraya Rp16,8 triliun, dan Asabri Rp22,78 triliun. Dalam sidang, terbukti Perusahaan Eric Thahir termasuk yang menikmati investasi dari Jiwasraya. Padahal semua tahu, kasus ini sudah berlangsung sejak era SBY. Artinya bohong kalau Eric tidak tahu masalah Jiwasraya. Toh akhirnya Eric jadi menteri BUMN. Kalau akhirnya kasus ini terbuka, itupun setelah Pak Mahfud perintahkan untuk dibongkar. Akhirnya solusinya lewat politk, yaitu Bail-in. Korbankan negara lewat PMN dan juga korbankan nasabah lewat rescheduling.

Kemudian kasus pembelian Gas oleh Pertamina dengan claim dari pihak mozambik sebesar Rp. 40 triliun. Audit atas kontrak jual beli ( Sales Purcharse Agreement ) gas alam cair (LNG). mengindikasikan terjadinya kasus korupsi. Anehnya kasus ini tadinya ditangani oleh Kejaksaan, akhirnya diambil alih oleh KPK. Sampai sekarang tidak terdengar kelanjutannya. Kemungkinan akan diselesaikan juga secara politik.

Kasus pembiayaan kereta cepat jakarta bandung. Dari kenaikan biaya yang luar biasa. Sampai kepada perubahan skema proyek dari B2B kepada kemungkinan  adanya  G2G atau lewat APBN dan penjaminan negara. Perpres 2015 diubah agar meloloskan skema  G2G itu. Anehnya belum selesai audit, Menteri BUMN sudah sesumbar bahwa tidak ada korupsi pada proyek dan sangat wajar dibailout oleh negara. Keliatanya kasus ini akan selesai lewat politik lagi.

Terakhir proyek Pembangunan Ibu Kota baru di kalimantan timur. Tadinya proyek ini oleh Jokowi tidak akan menggunakan dana APBN. Konsepnya lewat B2B dengan memanfaatkan kerjasama dengan pihak swasta. Skemanya? kerjasama pemanafaatan lahan sampai kepada tukar guling atas asset negara di Jakarta. Ternyata sampai sekarang semua mereka yang katanya komit biayai, tidak ada berita lagi. Akhirnya Jokowi terpaksa perintahkan keluarkan dana APBN agar proyek segera dimulai.

Mengapa saya tulis ini? bahwa Jokowi tidak bisa berkuasa penuh terhadap kekuasaan dia sebagai presiden. Pada akhirnya dia harus kompromi dengan politik agar kekuasaan bisa terus aman. Maklum, di negeri ini kekuasaan datang dari kekuatan uang dan karena itu kekuasaan selalu benar.


By. Erizeli Jely Bandaro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar